Sejarah IPNU-IPPNU (7)

Konbes yang dilaksanakan tepat 10 bulan 16 hari setelah deklarasi pendirian IPPNU ini memiliki arti penting untuk menentukan dan menyempurnakan langkah-langkah IPPNU ke depan dan lebih mengkongkritkan rencana kerja untuk kelancaran dan kemajuan organisasi selanjutnya.(14) Ketua Umum PP Muslimat NU, Ny. Mahmudah Mawardi, yang hadir dalam pembukaan konbes bahkan menyatakan:


"... kebangkitan pelajar-pelajar putri NU ini saya artikan sebagai "renaissance" daripada geraknya kaum putri yang didorong oleh gelora jiwa yang ingin dinamis dan disinari oleh api keramat daripada semboyan itu ..." (15)

Sementara itu, Ketua Umum PP IPNU, M. Tolchah Mansoer, dalam acara yang sama mengatakan:

"Hanyalah satu yang setiap orang harapkan dari IPPNU, semoga tidak silau oleh intelektualisme dan berarti hal ini tidak melupakan dasar-dasar pokok agama, dan pula adalah kewajiban tiap mereka yang beragama Islam untuk memegang teguh ajaran itu, sebagai syuhada' alannaas menjadi saksi, menjadi ukuran, menjadi kriterium. Bagaimana ukuran bisa benar, kalau alat pengukurnya juga ikut hanyut ?" (16) 

Konbes ini dihadiri oleh sekitar 30 cabang yang semuanya berasal dari pulau Jawa.(17) Konbes ini menghasilkan beberapa keputusan penting, diantaranya:
1. Pembentukan Pimpinan Pusat yang berkedudukan di Surakarta yang terdiri dari Basyiroh Saimuri, Umroh Machfudzoh, dan Syamsiah Muthoyib, masing-masing sebagai Ketua Umum, Ketua I dan Sekjen PP IPPNU. Sedangkan departemen-departemen dalam PP terdiri atas departemen-departemen pendidikan/pengajaran, penerangan, kesenian dan olahraga, kader dan sosial.
2. Pengesahan perubahan redaksional Anggaran Dasar
Dalam AD tercantum tujuan organisasi IPPNU adalah kembang dan tegaknya agama Islam, kesempurnaan nilai pendidikan dan pengajaran agama Islam, terjaminnya ukhuwah pelajar putri ahlussunnah wal jama'ah.
3. Pengesahan Anggaran Rumah Tangga.
Pada ART ini ditetapkan bahwa muktamar diadakan oleh PP IPPNU setiap dua tahun kecuali jika ada permintaan dari setengah jumlah cabang-cabang yang ada ditambah satu untuk memajukan atau mengundurkannya. 
4. Pengesahan lencana (insigne) IPPNU.
Lencana yang disahkan berbentuk segitiga yang berarti iman, Islam dan ihsan. Di dalamnya memuat bintang sembilan sebagaimana pada lambang NU yang bermakna, empat buah bintang melambangkan Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Empat buah bintang lainnya melambangkan khulafa'ur rasyidin/madzhab empat dan satu bintang yang paling besar melambangkan Rasulullah SAW. Dua bulu dan dua buku menuntut anggota-anggota IPPNU agar mempelajari pengetahuan agama dan pengetahuan umum dengan aktif membaca dan menulis. Sedangkan dua bunga melambangkan perpaduan antara putri-putri pondok pesantren dan putri-putri pelajar umum.
5. Pembentukan Perwakilan Pimpinan Pusat (P3) IPPNU di Jakarta.
6. Pembuatan serangkaian resolusi sekitar pendidikan, kesenian, kebudayaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelajar (khususnya putri), untuk disampaikan kepada PB Ma'arif NU dan pemerintah.(18)


Upaya Mempertahankan Eksistensi Pasca Konbes

Meskipun tidak semeriah Muktamar I IPNU di Malang setahun sebelumnya, muktamar I IPPNU yang diadakan di Surakarta memberikan semangat baru bagi para pelajar putri, bahwa mereka mampu bekerja sebagai organisasi yang berdiri sendiri. Tahun-tahun sesudah muktamar Surakarta ini masih banyak diwarnai dengan upaya pembentukan cabang-cabang baru dan konsolidasi organisasi ke dalam. 

Tak ubahnya dengan Dewan Harian, PP IPPNU mengirimkan surat kepada cabang-cabang Muslimat, Ma'arif, dan IPNU di seluruh Indonesia untuk turut serta membantu mengusahakan berdirinya IPPNU di daerah masing-masing tersebut. 

Surat-surat ini mendapat sambutan yang sangat baik, sehingga dalam waktu singkat saja telah bertambah cabang-cabang dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam harlah yang pertama, IPPNU pada waktu itu telah memiliki beberapa cabang di luar Jawa yaitu Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi dan Nusatenggara.(19) Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya gigih para pengurus Pimpinan Pusat serta kerja sama yang baik dari bapak-bapak di jajaran cabang-cabang Nahdlatul Ulama dan badan otonom lainnya. 

Pada peringatan harlah pertama IPPNU bulan Maret 1956 yang bersamaan dengan diadakannya peringatan Isra' Mi'raj, PP mengadakan peninjauan ke cabang-cabang yang berada di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sedangkan di Jawa Barat tidak diadakan kunjungan karena baru terbentuk satu cabang yaitu Bandung. Kunjungan ini membuahkan hasil yang menggembirakan, bahkan di Kalimantan Selatan sekaligus terbentuk enam cabang. Ketika diadakan muktamar NU ke-21 di Medan bulan Desember 1956, PP IPPNU mendapat kesempatan mengikuti atas tanggungan PP Muslimat NU. PP yang pada saat itu diwakili langsung oleh Basyiroh memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadakan pembicaraan dengan utusan dari cabang-cabang Muslimat dan Fatayat tentang IPPNU. Pada prinsipnya, Basyiroh meminta agar mereka tidak keberatan untuk membantu pendirian IPPNU di daerah masing-masing.

Pada tanggal 21-27 Juli 1957, PP IPPNU mengadakan Kursus Kader yang pertama di kota Jombang, bersamaan dengan diadakannya muktamar Madaris Muallimin / Muallimat NU se-Indonesia di kota yang sama. Kursus kader itu diikuti oleh 60 orang peserta dari cabang-cabang di seluruh Indonesia. 

Pada masa itu, jika IPPNU mengadakan acara yang bersifat nasional sering dilakukan upaya menyatukan waktu dengan jadwal badan-badan otonom lain di lingkungan NU. Seperti telah disebutkan sebelumnya, hal ini jamak terjadi karena para pelajar putri belum terlalu berani mengadakan perjalanan sendiri ke luar kota sehingga harus didampingi oleh yang lebih tua. Terlebih lagi pandangan bapak-bapak di NU belum terlalu mendukung hal tersebut, seperti terungkap dalam pernyataan Umroh:

"... bagaimana nanti pendapat bapak-bapak di NU terhadap kami, mana bisa anak putri mau pergi sendirian saja tidak pakai muhrim ..." (20)

Pada tahun 1957 ini nama IPPNU semakin dikenal dengan pengiriman dua anggotanya yaitu Ghaniyah dan Sa'diyah Marwan (keduanya dari cabang Malang) pada acara Pekan Pemuda seluruh Indonesia di Surabaya.

Dalam rangka menjaga kesinambungan roda organisasi tercatat 2 kali sesudah konbes Surakarta IPPNU masih mengadakan kongres secara terpisah dari IPNU yaitu kongres kedua bulan Desember 1957 di Yogyakarta dan kongres ketiga tahun 1960 di Malang, Jawa Timur. 

Pada kongres di Yogyakarta, kembali Basyiroh ditetapkan sebagai Ketua Umum, dibantu oleh Zanifah sebagai Ketua I dan Lathifah Z. Mawardi sebagai Sekjen. Muktamar ini dihadiri oleh 60 cabang atau sekitar dua kali lipat dari muktamar pertama, sebuah bukti bahwa perkembangan IPPNU begitu pesat. Di sisi lain, keberadaan IPPNU yang tengah tumbuh itu masih menyisakan kesangsian akan mampunya organisasi pelajar-pelajar putri ini bertahan. Bahkan pada upacara pembukaan kongres kedua ini Menteri Agama RI, K.H.M. Ilyas sempat menyatakan:

"...saya sangsi sebelumnya apakah putra-putri kita akan bisa mengadakan/memimpin rapat/kongres, tetapi kesangsian saya kini lenyap ketika saya melihat resepsi pada malam ini..." (21)

Pada periode ini PP mengadakan Sekolah Kilat Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) dan Kepanduan Putri di Surakarta di bawah asuhan Departemen Kader dan Departemen Penerangan yang masing-masing dijabat oleh Mahmudah Nachrowi dan Zamroh. 

Hasil dari sekolah kilat yang diikuti sekitar 20 peserta membuat IPPNU lebih dikenal karena kiprah alumninya yang terjun langsung sebagai guru di masyarakat. PP juga menerbitkan brosur organisasi di bawah pembinaan Departemen Penerangan. Meskipun demikian, dalam Berita Organisasi yang diterbitkan PP IPNU pada bulan Januari 1958 masih juga diberikan rubrik khusus mengenai IPPNU -sebuah kenyataan yang menunjukkan eratnya kerja sama antara dua organisasi termuda Nahdlatul Ulama ini.

-------------------------------------------------------------------------------------------
(14) Emma Wardatie, "Hari Ulang Tahun Berdirinya IPPNU: Mengapa IPPNU Berdiri ?", harian DUTA MASYARAKAT, 2 Maret 1956. Selanjutnya dikutip "Hari Ulang Tahun".

(15) Mahmudah Mawardi, Sambutan Ketua PB Muslimat NU, "Buku Kenangan Konperensi Besar Ikatan Peladjar Puteri Nahdlatul Ulama" seluruh Indonesia di Surakarta h. 9 (Surakarta: Panitia Konperensi Besar I, 1955). Selanjutnya dikutip sebagai "Konbes Surakarta".
(16) M. Tolchah Mansoer, Sambutan Ketua Umum PP IPNU, ibid. h. 4.
(17) Basyiroh Saimuri, surat kepada PP IPPNU tanggal 27 April 1965.
(18) "Konbes Surakarta" h. 11.
(19) "Hari Ulang Tahun".
(20) Umroh Machfudzoh, surat kepada PP IPNU tanggal 27 Juli 1956.
(21) "Berita Organisasi IPNU" No. 2/I/58 h. 8, Januari 1958.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda !