Kami Duduk Bersama


by: Irfan Ghandi
design worker , photography hobbyist, painter, mac user and god worshiper
Cair, suasananya begitu cair, di hadapan meja dan hidangan jamuan kami larut dalam tawa. Kami yang memilih untuk menepi dari silaunya dunia, dari sesaknya sekat-sekat yang tercipta atas nama kebencian, Kami yang terlahir berbeda namun tunduk pada kasih, kasih yang mengajarkan kami untuk mencintai warna, dan tak memperdulikan nama. Kasih yang menuntun kami untuk berjabatan tangan dan saling berbicara, duduk bersama dan tak menghiraukan tatapan dan cibiran.
Janggut kami sama panjang dan lebatnya,pakaian kami sama sama hitam tapi apa yang kami kenakan di kepala kami adalah berbeda, Matis mengenakan kipah, Jonah mengenakan jubah yang membalut badan hingga kepalanya, serta kalung salib yang melingkari lehernya, sementara aku mengenakan turban dan peci yang melengkung dan mengerucut. Kami bukanlah sejawat sedari kecil,  kami dipertemukan oleh kasih dan mengasingkan diri dari stigma.
Matis adalah Yahudi kelahiran Jerusalem yang terusir dari negrinya, karena ia menentang zionisme dan membela warga arab, begitupun Jonas, ia adalah seorang Kristen Ortodox yang juga terusir dari Jerusalem karena hal yang sama, kami tak pernah canggung untuk menceritakan masa lalu kami, Matis dan Jonas selalu terpukau setiap aku memainkan Ney(seruling),  bagi mereka nada yang ku mainkan seperti sihir, dan aku selalu terpingkal saat menyaksikan mimik wajah mereka saat ku meniupkan ney, Aku tak pernah segan mengucapkan selamat natal kepada jonas, dan Matis tak pernah canggung mnegucap salam kepada ku. Shalom, Salam, Eloi, Elohim, Allah, itu cuma soal bahasa bagi kami, tapi bukan berarti kami mencampur adukan.
Bagi kami semua tanah adalah sama, dari Jerusalem ke makkah, dari Sungai Nil dan sungai missisipi, tak ada perbedaan bagi kami, semua adalah pemberian. Begitulah kami, yang dipersatukan di meja ini, yang tak menghiraukan nama , dan kami hanya berharap pada suatu hari, tak adalagi kebencian atas perbedaan, tak adalagi stigma, meskipun kami sadar, pertumpahan darah bisa saja terjadi, namun kami berharap semoga itu tak memusnahkan harapan kami. Hingga akhirnya Adzan dan Lonceng bisa kembali berdampingan, dan tak ada lagi tangis di Gazza.
-cangkir kosong-

Siapakah Orang yang ?




Oleh : Sukasmo



Bissmillahirrohmanirrohim..
Siapakah orang yang sibuk?
Orang yang sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu sholatnya,
seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman A.S.
Maka sempatkanlah bagimu untuk beribadah... dan bersegeralah! 

Siapakah orang yang manis senyumannya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang
ketika ditimpa musibah, lalu dia berucap "Inna lillahi
wainna illaihi rajiuun." Kemudian berkata,"Ya Rabbi, Aku
ridho dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.
Maka berbaik hatilah dan bersabar...

Siapakah orang yang kaya ?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang
ada, dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara
ini. Maka bersyukurlah atas nikmat yang kau terima dan
berbagilah...

Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang
ada, selalu menumpuk-numpukkan harta. Maka janganlah kau menjadi kikir juga dengki...

Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia
pertengahan, namun masih berat untuk melakukan ibadah dan
amal-amal kebaikan. Maka hargailah waktumu dan bersegeralah...

Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak
yang baik. Maka peliharalah akhlakmu dari dosa dan noda...

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah
orang yang mati membawa amal-amal kebaikan,
dimana kuburnya akan diluaskan sejauh mata memandang.
Maka beramal shalehlah selagi sempat dan mampu...

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi
dihimpit ?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah
orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikan, lalu
kuburnya menghimpitnya. Maka ingatlah akan kematian dan
kehidupan setelah dunia...

Siapakah orang yang mempunyai akal ?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni
surga kelak, karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia
untuk menghindari siksa neraka. Maka peliharalah akal
sehatmu dan pergunakan semaksimal mungkin untuk mengharap
ridho-Nya...

Kartini Cermin Diri Perempuan Indonesia


Oleh : Sukasmo*


Setiap kali tanggal 21 April datang,bangsa Indonesia selalu ingat dengan tokoh hebat yang telah mengekspresikan karakter perempuan Indonesia dan sekaligus berharap agar perempuan Indonesia tumbuh dan berkembang setara dengan gender laki-laki dan kalau mungkin juga tumbuh cerdas seperti perempuan cerdas di negara-negara maju. Dan setiap kali tanggal 21 April datang sebahagian perempuan Indonesia pun tersentak namun apa respon mereka untuk mengenang jasa Ibu Kartini ini, apakah sekedar menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini”, ikut kontes kebaya dan sanggul, lomba masak, atau malah melakukan refleksi- bercermin terhadap buah pemikiran kartini dan lantas melakukan perubahan untuk kembali melakukan revisi dan koreksi atas diri ? Lantas ada apa dan mengapa dengan Raden Ajeng Kartini dan pemikirannya ?

Sejak dulu sampai sekarang gaya kepemimpinan orang tua di rumah sangat mempengaruhi kualitas SDM sang anak. Secara umum ada gaya orang tua yang demokratis (selalu bertukar pikiran dengan take and give). Ada orang tua yang laizess faire atau berkarakter masa bodoh, dan orang tua yang otoriter- yang selalu merasa menang sendiri. Pembelajaran di zaman kuno yang miskin dengan fasilitas, lingkungan yang otoriter sangat lumrah membuat banyak orang jadi tertindas. Bila ada yang mampu dan maju pribadinya, maka ia perlu dijadikan sebagai model dalam kehidupan. Memang ada, dia adalah Raden Ajeng Kartini. Ia hidup dalam zaman pembelengguan/ pingitan atas kaum perempuan. Perempuan hanya layak sebagai tukang jaga dapur atau dalam bahasa jawa Kanca wingking. Namun Kartini berjuang untuk bangkit, maju dan berusaha agar  kaum perempuan juga jadi maju dan tidak dilecehkan oleh kaum pria sepanjang masa.

Kisah perjuangan Kartini menginspirasi kaum perempuan agar bangkit menjadi cerdas , punya emansipasi/ hal asasi yang layak . Dapat dibaca dalam kumpulan tulisannya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang- Door Duisternis Tot Licht”. Untuk mengingat jasanya maka Komposer menciptakan lagu “Ibu Kita Kartini”. Sejak lagu ini diciptakan sampai sekarang lagu ini dinyanyikan oleh banyak siswa di berbagai sekolah, lebih lebih dalam bulan April, karena hari lahir  Kartini tanggal 21 April, maka lagu “Ibu Kita Kartini” makin bergema.

Juga untuk merayakan hari Kartni sebagai lambang perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh hak asasi, nuansa lomba berkebaya dan bersanggul ala Kartini digelar di mana-mana. Sebuah refleksi untuk direnungkan bahwa “apakah Ibu Kartini memang butuh nyanyian dan butuh lomba bersanggul  dan berkebaya seperti itu? Apakah kartini memang hanya mengajarkan kaumnya untuk pintar bersanggul, berkebaya dan bernyanyi, atau apakah ini yang dinamakan sebagai pemodelan atas karakter Kartini ? Yang anggun jalannya, elok wajah, sanggul dan kebayanya adalah pemenang. Apakah yang begini yang patut diberi “Kartini Award” ? Ada baiknya kaum perempuan kembali melakukan flash back (kilas balik) atas kehidupan Kartini.

Raden Ajeng Kartini lahir pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia anak salah seorang bangsawan, masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk menikah. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah yang ditemani Simbok (pembantunya).

 Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan Indonesia.Perempuan tidak hanya di dapur tetapi juga harus mempunyai ilmu Pengetahuan . Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman perempuannya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Di tengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tidak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkan Kartini tidak sempat dimanfaatkannya karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan. Berkat kegigihannya, Kartini berhasil mendirikan Sekolah Perempuan di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini". Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa.Buku itu diberi judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Raden Ajeng Kartini sudah lama meninggalkan kaumnya , namun ide, fikiran dan cita-citanya tentu selalu relevan dengan zaman sekarang. Tapi bagaimana realita perempuan sekarang kalau kita rujuk kepada pribadi Raden Ajeng Kartini ?

Bahwa Kartini tahu dengan adat istiadat dan tidak memungut adat/budaya  luar tanpa filter- adat yang menjunjung tinggi etiket (tata krama berpakaian, berbicara, bersikap) tanpa harus memungut gaya hidup yang glamour hingga lupa diri. Kartini takut dianggap sebagai anak durhaka (maka ia tidak mau menentang orang tua) berarti ia bersikap bijaksana dalam mengangkat harga diri.

Meskipun Kartini menikah tapi ia tidak berhenti dalam belajar. Ia masih setia mengoleksi buku (mengumpulkan buku-buku yang berkualitas) dan melakukan otodidak- belajar mandiri atau belajar sepanjang hayat (long life education). Ia melakukan korespondensi untuk bertukar fikiran dengan orang yang juga punya wawasan dan malah membuka diri untuk menguasai bahasa Asing (Bahasa Belanda).

Buku bacaan Kartini bisa jadi buku level orang orang yang hidup di Eropa (Belanda) pada masa itu. Sebab Kartini banyak membaca buku terbitan Belanda  dan menulis buat sahabatnya J.H Abendanon juga dalam Bahasa Belanda. Ini berarti bahwa dalam usia seputar 20 tahun, tanpa pergi Les Bahasa Inggris, Kartini sudah menjadikan Bahasa Internasional (Bahasa Belanda) sebagai bahasa kedua dalam hidupnya. 

Karakter Kartini yang lain adalah bahwa ia tidak egois dan mengutamakan diri (self-fish). Walau ia cerdas namun ia dalam usianya yang muda sudah/ dan selalu mencerdaskan kaum perempuan dengan gratis/ penuh ikhlas dalam ruangan yang sederhana- hanya ada ruangan dengan bangku dan papan tulis- inilah disebut dengan sekolah kartini. Saat itu ia menjadi perempuan ternama karena usahanya, namun ia tetap rendah hati, dan  tidak sombong.

Zaman begitu cepat berlalu, produk teknologi dan ICT saling berpacu.Tayangan program media cetak dan media elektronik dari berbagai stasiun televisi bukan membuat orang makin kenal dan akrab dengan Kartini. Apalagi nama, ide dan pemikiran Kartini jarang disinggung dan dikupas. Ini  membuat sosok Kartini nyaris terlupakan kecuali hanya sekedar nyanyian “Ibu kita Kartini” yang dengan setia masih dilantun oleh anak-anak SD sambil berlarian atau hanya sekadar upacara seremonial tiap tanggal 21 April untuk memperebutkan kontes perempuan anggun dengan kebaya dan dan sanggul indah.

Terus terang pakaian kebaya dan sanggul yang besar tidak ada artinya apabila karakter hidup kontestan dan kaum perempuan yang lain sangat kontra dengan pribadi, prilaku atau karkter Kartini. Sebelum Kartini nyaris terlupakan maka buru burulah mencari biografi Kartini, temui hikmah darinya dan ikuti suri teladannya- jadikanlah gaya hidup Kartini sebagai gaya hidup kaum perempuan Indonesia kembali.

*Guru SMPN 2 Kaliwungu, tinggal di Sarirejo

Sarung; Busana Identitas Islam



Oleh: Ristu Hariandri*

''Tekstil merupakan industri pelopor di era Islam,'' ungkap Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History. Pada era itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Tak heran, jika industri tekstil di era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat.


Salah satu produk tekstil yang berkembang di era Islam dan masih bertahan hingga saat ini adalah sarung -- kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti tabung. Menurut catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah.


Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma'awis. Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa.


Dalam Ensiklopedia Britanica, disebutkan, sarung telah menjadi pakaian tradisomal masyarakat Yaman. Sarung diyakini telah diproduksi dan digunakan masyarakat tradisional Yaman sejak zaman dulu. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman. 


Orang-orang yang berkunung ke Yaman biasanya tidak lupa membeli sarung sebagai buah tangan bagi para kerabatnya. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung dari Yaman itu berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, diantaranya model assafi, al-kada, dan annaqshah. 


Hingga kini, para pekerja modern di Yaman masih banyak yang menggunakan sarung. Para petugas keamanan di Yaman pun boleh mengenakan sarung sebagai pakaian dinasnya. Orang-orang Yaman tidak menggunakan sarung hingga mata kaki seperti masyarakat Indonesia.


Sarung juga telah menjadi salah satu pakaian penting dalam tradisi Islam di Indonesia. Tradisi menggunakan sarung di Tanah Air tersebar di berabagi wilayah. Pria Muslim di Indonesia biasa menggunakan sarung untuk keperluan ibadah, upacara perkawinan maupun acara adat.


Kain sarung terbuat dari bermacam-macam bahan, baik berupa katun maupun polister. Sedangkan motifnya bermacam-macam baik garis vertikal, horisontal, maupun kotak-kotak dengan warna yang beraneka ragam seperti merah, biru, hijau, putih, maupun hitam.


Tradisi menggunakan sarung di Indonesia boleh jadi mulai berkembang setelah masuknya ajar Islam yang dibawa para saudagar dari Arab, khususnya Yaman. Sarung juga merupakan pakaian tradisional para nelayan Arab yang berasal dari Teluk persia, Samudera Hindia, maupun Laut Merah sejak dulu. Sarung juga digunakan olah orang-orang Turki sebagai baju tidur pada abad pertengahan.


Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung dianggap tidak pantas dipakai ke masjid maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di Mesir, sarung berfungsi sebagai baju tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.


Di Indonesia, sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian masyarakat Indonesia sering mengenakan sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, begitu pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat.


Sarung dipakai berbagai kalangan baik anak-anak, remaja, maupun orang tua tidak mengenal ras maupun golongan, baik kaya maupun miskin. Yang jelas, sarung telah menjadi pakaian ciri khas umat Islam Tanah Air. Sarung tak hanya dikenakan kalangan santri pondok pesantren saja, tapi seluruh lapisan masyarakat juga sudah familiar dan akrab dengan sarung.


Secara teologis, sarung sudah diklaim menjadi salah satu pakaian tradisi Muslim di Indonesia semacam pakaian untuk sholat, pergi ke masjid, pergi tahlilan ke tempat saudara maupun teman yang meninggal, dan memperingati hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha. 


Barang kali ada beberapa faktor yang membuat sarung begitu melekat dalam tradisi Islam di Indonesia, antara lain; sarung sangat mudah dipakai dan simpel. Selain itu ukurannya yang panjang mudah untuk menutupi aurat dengan baik. Sarung juga longgar dan tebal sehingga tidak menunjukkan lekuk tubuh pemakainya. 


Jika merujuk pada salah satu hadis, penggunaan sarung kemungkinan besar juga sudah dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW. Hal ini terlihat dalam sebuah Hadis Riwayat Bukhari- Muslim. Dari Sahal bin Sa’ad dikisahkan bahwa Nabi SAW pernah didatangi seorang wanita yang berkata, ”Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu”. Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata,” Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya.”


Rasulullah berkata,” Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia berkata, “Tidak kecuali hanya sarungku ini”. Lalu Rasulullah menjawab, “Bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu.” Dia berkata, ”Aku tidak mendapatkan sesuatu pun.” 


Rasulullah berkata, ”Carilah walau cincin dari besi.” Pria itu mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Rasulullah berkata lagi, ”Apakah kamu menghafal Alquran?” Dia menjawab, ”Ya surat ini dan itu” sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Rasulullah, ”Aku menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Alquranmu.” Dari riwayat tersebut, sarung sepertinya telah digunakan sejak zaman Nabi sebagai pakaian untuk menutupi aurat. 


Sarung, Simbol Perlawanan Terhadap Koloniaisme


Sarung tampaknya sudah menjadi bagian dari identitas Muslim di Indonesia. Bahkan, sarung juga identik dengan santri yang mondok di pesantren. Mereka sering disebut sebagai 'kaum sarungan'. Hampir di semua pesantren tradisional, para santri menggunakan sarung untuk kegiatan belajar mengajar maupun aktivitas sehari-hari.


Sarung juga telah menjadi simbol perlawanan. Sebagai sebuah wilayah yang mayoritas beragama Islam, sarung sudah menjadi sebuah simbol perlawanan terhadap negara penjajah Belanda yang terbiasa menggunakan baju modern seperti jas.


Para santri di zaman kolonial Belanda menggunakan sarung sebagai simbol perlawanan terhadap budaya Barat yang dibawa kaum penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung di mana kaum nasionalis abangan telah hampir
meninggalkan sarung. 


Itulah yang membuat sarung identik dengan budaya Islam di Nusantara. Sejumlah bukti sejarah juga menunjukkan para aktivis kemerdekaan awal yang berasal dari kalangan santri menggunakan sarung untuk melakukan berbagai macam aktivitas, baik aktivitas kenegaraan maupun ibadah.


Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang Muslim Nusantara yakni KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang tokoh sentral di Nahdhatul Ulama (NU). Abdul Wahab merupakan kiai merdeka , sebab dalam sepanjang sejarah perjuangannya, kiai asal Jombang itu memang cenderung berjiwa bebas, berpendirian merdeka, tidak mudah terpengaruh lingkungan sekeliling.


Suatu ketika, Abdul Wahab pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk berpakaian lengkap dengan jas dan dasi. Namun, saat menghadiri upacara kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Padahal biasanya orang mengenakan jas dilengkapi dengan celana panjang.


Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap konsisten menggunakan sarung sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah. 


Abdul Wahab menunjukkan pentingnya menggunakan sarung sebagai warisan budaya dan identitas nasonalisme. Rupanya perjuangan berat kaum pesantren untuk menegakkan identitas sarung sebagai simbol perlawanan terhadap budaya kaum kolonialis Belanda membuah hasil. Saat ini, sarung menjadi simbol kehormatan dan kesopanan yang sering digunakan untuk berbagai macam upacara sakral di tanah air.

*Intelektual muda NU. Tinggal di Riau

Beasiswa Santri Berprestasi


(Info dari NU Online)

Jakarta, NU Online
Pendaftaran seleksi Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama telah dibuka pada 1 April 2011 lalu hingga 23 April 2011 mendatang. Program ini ditujukan untuk para santri yang berprestasi, yakni santri terbaik di kelas III pada Madrasah Aliyah (MA), SMA, SMK, Diniyah Ulya (Mu’adalah), dan Pendidikan Kesetaraan Paket C.

Kementerian Agama RI akan menanggung biaya pendidikan PBSB selama masa studi, sampai santri yang bersangkutan menyelesaikan studi dan atau maksimal 8 (delapan) semester. Khusus untuk prodi atau jurusan Pendidikan Dokter, Kedokteran Gigi, dan Kedokteran Hewan akan ditanggung selama 12 semester.

Perguruan Tinggi mitra Kementerian Agama RI dalam PBSB adalah IPB Bogor, ITB Bandung, ITS Surabaya, UGM Yogyakarta, UNAIR Surabaya, UPI Bandung, UNRAM Mataram, UI Jakarta, UIN Syahid Jakarta, UIN SUKA Yogyakarta, UIN MALIKI Malang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan IAIN Walisongo Semarang.

Pendaftaran bagi santri yang ingin mengikuti Seleksi Calon Peserta PBSB dilakukan pada Kanwil Kementerian Agama yang ditunjuk sebagai pelaksana seleksi. 

Para calon diharuskan berstatus sebagai santri aktif-mukim dan belajar/nyantri di pondok pesantren sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun berturut-turut pada pondok pesantren yang sama dan diajukan oleh pimpinan pondok pesantren santri yang bersangkutan.

Para santri yang berhasil mengikuti program beasiswa ini nantinyawajib mengabdi di pondok pesantren sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun setelah menyelesaikan studi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai program beasiswa ini bisa dilihat langsung di situs resmi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI yang beralamat di www.pondokpesantren.net pada rubrik beasiswa dan bantuan atau langsung klik di link berikut ini http://www.pondokpesantren.net/ponpren/images/stories/gallerybesar/2.%20Panduan%20Seleksi%20PBSB%202011.pdf (nam)

Mengatasi Anak Malas Belajar


Oleh: Sukasmo*

Beberapa hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “BUDI”, BUDI ini termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.

Apa yang terjadi pada BUDI sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.

Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?

Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab 
dari perilaku malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya.

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak)

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.

2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)

Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:


a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.


b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu. 

c. Sikap Teman
Ketika seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya. 

d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi 
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.


3. Menciptakan Disiplin.
 Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan. 
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap 

Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar 

Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian. 

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

*Aktivis NU, bertempat tinggal di Sarirejo RT 01 RW 05 Kaliwungu Kab Kendal

Budaya Bercinta



  Oleh: Atiqotuzzulfah S.Pdi

Kita tidak mengerti ataukah tidak mau mengerti, mengapa cinta dan rindu kepada ”Sang kekasih”, yaitu Allah belum juga tumbuh. Kita ingin mencintai dan dicintai-Nya, tetapi bagaimana mungkin Dia akan mencintai kita, jika kita tidak pernah membuktikan cinta kepada-Nya.

Ketika kita disibukkan oleh suatu pekerjaan, tiba-tiba telepon berbunyi, maka kita langsung bergegas mengangkatnya. Namun tatkala kumandang adzan bergema di tiap masjid dan musholla, kita tetap tenang-tenang saja seolah taak menganal apa-apa.

Itu membuktikan bahwa cinta kita belum tumbuh dan rindu kita kepada-Nya belum hadir. Sungguh berbeda dengan percintaan anak manusia, seseorang yang sedang dilanda mabuk cinta, akan takut dan khawatir menyinggung perasaan pacarnya. Mampukah kita mencuntai Allah lebihdari itu??

Rasulullah SAW memiliki sembilan istri, beliau mengaku bahwa yang paling dicintainya adalah Siti Aisyah. Namun puncak dari segala puncak cintanya adalah kepada Allah dan beliau juga telah membuktikan cinta kepada istrinya.

Bagaimana dengan cinta kita?? Mengapa cinta kita kepada mahluk lebih besar daripada cinta kepada Sang Khalik. Ada apa dengan cinta kita?? Padahal ketika ditanya, kita ingin sekali mencintai Allah namun perilaku keseharian kita belum mencerminkan orang yang cinta kepada-Nya.

Cinta tak kan terjadi tanpa adanya komunikasi

Cinta tak kan menyatu tanpa bertemu
Cinta tak dapat dibuktikan tanpa adanya pengorbanan
Cinta tak kan ada, tanpa adanya rasa saling percaya,
Dan bukanlah cinta sejati jika masih ingkar janji.

Pertama: Cinta tak kan terjadi tanpa adanya komunikasi. Maka ketika kita membaca surat dari “Sang kekasih”, surat itu disimpan di tempat yang tinggi, sebelum mengambil berwudlu dulu, sebelum dibuka dicium dulu, kemudian dibaca dengan suara yang merdu, dan ikuti apa yang diperintahkan dan dijauhi apa yang dilarang. Surat itu adalah kumpulan surat-surat yang dijilid dalam Al-Qur’an yang dikirim oleh Allah melalui “Pak Pos” (Malaikat Jibril) kepada Nabi Muhammad SWT untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan tali komunikasi dengan Sang Pencipta Alam Semesta.

Kedua: Cinta tak kan menyatu tanpa bertemu. Dalam Q.S. Al-Baqarah: 43, ”Sang Kekasih” berpesan pada sekalian umat manusia:
وأقيمواالصلاة وأتواالزكاة (dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat) maka ketika kita shalat berarti kita sedang bertemu dengan Allah SWT bahkan berkencan dengan-Nya. ومحيايي ومما تي لله رب العالمين(Hidup dan matiku aku serahkan pada Sang Kekasih Penguasa Alam Semesta). Memang kita tidak mampu memandang Allah, tapi kita yakin bahwa Allah melihat kita bahkan lebih dekat dari pada apa yang kita kira.

        Ketiga: Cinta tak dapat dibuktikan, tanpa adanya pengorbanan. Dalam ayat itu “Sang Kekasih” juga memerintahkan, وأتوالزكاة (Tunaikan lah zakat!!) maka ketika kita berzakat, bershodaqoh atau berinfaq berarti kita sedang berkorban untuk Allah swt. Besar kecilnya pengorbanan yang kita keluarkan, itu membuktikan besar atau kecilnya cinta kita. Maka jika diantara kita masih enggan untuk berkorban, janganlah dulu bercinta.

      Keempat: Cinta tak kan ada tanpa adanya rasa saling percaya. Jika kita selalu berprasangka buruk terhadap “Sang Kekasi” maka Dia tidak akan mencintai kita bahkan permintaan-permintaaan (do’a) yang kita panjatkan tak kan pernah dikabulkan. Sebaliknya jika kita saling percaya maka cinta kan selalu ada dan permintaan kita kan selalu dikabulkan-Nya. Percayalah Allah tetap bersama kita selama kita percaya atau iman kepadaNya.

        Kelima: Dan bukanlah cinta sejati, bila masih ingkarjanji. Ketika kita bertemu dengan Allah (Shalat) kita banyak mengatakan janji dan penghambaan diri. Diantaranya ketika duduk tasyahud kita membaca dua kalimat syahadat:
اشهد ان لااله الا الله واشهد ان محمدارسول الله (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Kalimat syahadat ini mengandung arti bahwa tiada yang disembah kecuali Allah, tiada yang diibadahi kecuali Allah, tiada yang ditaati kecuali Allah, tiada yang diikuti kecuali Allah, dan tiada yang lebih dicintai kecualiAllah. Dan kita juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang wajib kita ikuti. Bila kita melanggar janji ini maka cinta kita bukan lagi cinta sejati.

Akhirnya semoga kita mampu untuk mencintai Allah melebihi cinta kita pada mahluk, sehingga kita tidak terbawa hanyut dengan budaya cinta zamanKiwari, yang memaknai cinta dengan hal yang tabu. Apabila cinta kepada Allah telah tumbuh dan rindu kepada-Nya telah hadir, maka kita akan merasakan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat………Allahumma Amiin.

Kang Said: Komitmen NU Menjaga Bangsa Tak Bisa Ditawar Lagi




Kondisi politik nasional yang kian panas tidak akan menyeret NU untuk bersikap inkonstitusional, sebaliknya NU akan menunjukkan konsistensinya menjunjung tinggi konstitusi. "NU paham konstitusi. NU akan kawal proses demokratisasi di Indonesia dengan menjunjung tinggi konstitusi," tegas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj pada sambutan Pelantikan PWNU DKI Jakarta 2011-2015 di Hotel Sahid, Jakarta, 9 April 2011.



"Beri kesempatan Presiden SBY menyelesaikan tanggung jawabnya sampai 2014, setelah itu mari kita lakukan suksesi dengan fair, selanjutnya siapa yang dipercaya rakyat. Kecuali jika Presiden benar-benar melakukan pelanggaran serius atas UUD 45 itu soal lain," tambah Kang Said. Tampak hadir Taufiq Kiemas (Ketua MPR RI), Suryadharma Ali (Menteri Agama RI), dan lainnya.



Alumnus Ummul Quro Makkah ini menjelaskan bahwa konsistensi sikap NU ini semata-mata karena bentuk pembelaan dan menjaga tanah air. "Pada 1936, NU menyepakati bentuk negeri ini sebagai Darussalam, negeri yang damai, bukan Darul Islam atau negara Islam," lanjut Kiai kelahiran Cirebon ini.



Bahkan ketika merumuskan Pancasila pun, NU melalui perwakilannya KH Wahid Hasyim juga menyepakati dihapusnya "tujuh kata" dari Piagam Jakarta, yakni mengamalkan syariat Islam bagi pemeluknya. Dan saat yang sangat bersejarah bagi NU dan bangsa ini adalah ketika KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan Resolusi Jihad, yakni membela tanah air sama dengan membela agama dan Rasulullah.



"Jadi NU sangat berperan dalam mendirikan bangsa ini. Jangan dianggap NU hanya bisa tahlilan saja," ujar Kang Said yang disambut tawa hadirin. Ia melanjutkan, bahwa komitmen NU terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sudah final. "Komitmen NU bukan hanya basa-basi, tapi sudah menjadi keyakinan," tegas Kang Said meyakinkan hadirin. (bil) ( dari NU Online )