by: Irfan Ghandi
design worker , photography hobbyist, painter, mac user and god worshiper
Cair, suasananya begitu cair, di hadapan meja dan hidangan jamuan kami larut dalam tawa. Kami yang memilih untuk menepi dari silaunya dunia, dari sesaknya sekat-sekat yang tercipta atas nama kebencian, Kami yang terlahir berbeda namun tunduk pada kasih, kasih yang mengajarkan kami untuk mencintai warna, dan tak memperdulikan nama. Kasih yang menuntun kami untuk berjabatan tangan dan saling berbicara, duduk bersama dan tak menghiraukan tatapan dan cibiran.
Janggut kami sama panjang dan lebatnya,pakaian kami sama sama hitam tapi apa yang kami kenakan di kepala kami adalah berbeda, Matis mengenakan kipah, Jonah mengenakan jubah yang membalut badan hingga kepalanya, serta kalung salib yang melingkari lehernya, sementara aku mengenakan turban dan peci yang melengkung dan mengerucut. Kami bukanlah sejawat sedari kecil, kami dipertemukan oleh kasih dan mengasingkan diri dari stigma.
Matis adalah Yahudi kelahiran Jerusalem yang terusir dari negrinya, karena ia menentang zionisme dan membela warga arab, begitupun Jonas, ia adalah seorang Kristen Ortodox yang juga terusir dari Jerusalem karena hal yang sama, kami tak pernah canggung untuk menceritakan masa lalu kami, Matis dan Jonas selalu terpukau setiap aku memainkan Ney(seruling), bagi mereka nada yang ku mainkan seperti sihir, dan aku selalu terpingkal saat menyaksikan mimik wajah mereka saat ku meniupkan ney, Aku tak pernah segan mengucapkan selamat natal kepada jonas, dan Matis tak pernah canggung mnegucap salam kepada ku. Shalom, Salam, Eloi, Elohim, Allah, itu cuma soal bahasa bagi kami, tapi bukan berarti kami mencampur adukan.
Bagi kami semua tanah adalah sama, dari Jerusalem ke makkah, dari Sungai Nil dan sungai missisipi, tak ada perbedaan bagi kami, semua adalah pemberian. Begitulah kami, yang dipersatukan di meja ini, yang tak menghiraukan nama , dan kami hanya berharap pada suatu hari, tak adalagi kebencian atas perbedaan, tak adalagi stigma, meskipun kami sadar, pertumpahan darah bisa saja terjadi, namun kami berharap semoga itu tak memusnahkan harapan kami. Hingga akhirnya Adzan dan Lonceng bisa kembali berdampingan, dan tak ada lagi tangis di Gazza.
-cangkir kosong-
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda !