Oleh: Atiqotuzzulfah S.Pdi
Kita tidak mengerti ataukah tidak mau mengerti, mengapa cinta dan rindu kepada ”Sang kekasih”, yaitu Allah belum juga tumbuh. Kita ingin mencintai dan dicintai-Nya, tetapi bagaimana mungkin Dia akan mencintai kita, jika kita tidak pernah membuktikan cinta kepada-Nya.
Ketika kita disibukkan oleh suatu pekerjaan, tiba-tiba telepon berbunyi, maka kita langsung bergegas mengangkatnya. Namun tatkala kumandang adzan bergema di tiap masjid dan musholla, kita tetap tenang-tenang saja seolah taak menganal apa-apa.
Itu membuktikan bahwa cinta kita belum tumbuh dan rindu kita kepada-Nya belum hadir. Sungguh berbeda dengan percintaan anak manusia, seseorang yang sedang dilanda mabuk cinta, akan takut dan khawatir menyinggung perasaan pacarnya. Mampukah kita mencuntai Allah lebihdari itu??
Rasulullah SAW memiliki sembilan istri, beliau mengaku bahwa yang paling dicintainya adalah Siti Aisyah. Namun puncak dari segala puncak cintanya adalah kepada Allah dan beliau juga telah membuktikan cinta kepada istrinya.
Bagaimana dengan cinta kita?? Mengapa cinta kita kepada mahluk lebih besar daripada cinta kepada Sang Khalik. Ada apa dengan cinta kita?? Padahal ketika ditanya, kita ingin sekali mencintai Allah namun perilaku keseharian kita belum mencerminkan orang yang cinta kepada-Nya.
Cinta tak kan terjadi tanpa adanya komunikasi
Cinta tak kan menyatu tanpa bertemu
Cinta tak dapat dibuktikan tanpa adanya pengorbanan
Cinta tak kan ada, tanpa adanya rasa saling percaya,
Dan bukanlah cinta sejati jika masih ingkar janji.
Pertama: Cinta tak kan terjadi tanpa adanya komunikasi. Maka ketika kita membaca surat dari “Sang kekasih”, surat itu disimpan di tempat yang tinggi, sebelum mengambil berwudlu dulu, sebelum dibuka dicium dulu, kemudian dibaca dengan suara yang merdu, dan ikuti apa yang diperintahkan dan dijauhi apa yang dilarang. Surat itu adalah kumpulan surat-surat yang dijilid dalam Al-Qur’an yang dikirim oleh Allah melalui “Pak Pos” (Malaikat Jibril) kepada Nabi Muhammad SWT untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan tali komunikasi dengan Sang Pencipta Alam Semesta.
Kedua: Cinta tak kan menyatu tanpa bertemu. Dalam Q.S. Al-Baqarah: 43, ”Sang Kekasih” berpesan pada sekalian umat manusia:
وأقيمواالصلاة وأتواالزكاة (dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat) maka ketika kita shalat berarti kita sedang bertemu dengan Allah SWT bahkan berkencan dengan-Nya. ومحيايي ومما تي لله رب العالمين(Hidup dan matiku aku serahkan pada Sang Kekasih Penguasa Alam Semesta). Memang kita tidak mampu memandang Allah, tapi kita yakin bahwa Allah melihat kita bahkan lebih dekat dari pada apa yang kita kira.
Ketiga: Cinta tak dapat dibuktikan, tanpa adanya pengorbanan. Dalam ayat itu “Sang Kekasih” juga memerintahkan, وأتوالزكاة (Tunaikan lah zakat!!) maka ketika kita berzakat, bershodaqoh atau berinfaq berarti kita sedang berkorban untuk Allah swt. Besar kecilnya pengorbanan yang kita keluarkan, itu membuktikan besar atau kecilnya cinta kita. Maka jika diantara kita masih enggan untuk berkorban, janganlah dulu bercinta.
Keempat: Cinta tak kan ada tanpa adanya rasa saling percaya. Jika kita selalu berprasangka buruk terhadap “Sang Kekasi” maka Dia tidak akan mencintai kita bahkan permintaan-permintaaan (do’a) yang kita panjatkan tak kan pernah dikabulkan. Sebaliknya jika kita saling percaya maka cinta kan selalu ada dan permintaan kita kan selalu dikabulkan-Nya. Percayalah Allah tetap bersama kita selama kita percaya atau iman kepadaNya.
Kelima: Dan bukanlah cinta sejati, bila masih ingkarjanji. Ketika kita bertemu dengan Allah (Shalat) kita banyak mengatakan janji dan penghambaan diri. Diantaranya ketika duduk tasyahud kita membaca dua kalimat syahadat:
اشهد ان لااله الا الله واشهد ان محمدارسول الله (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Kalimat syahadat ini mengandung arti bahwa tiada yang disembah kecuali Allah, tiada yang diibadahi kecuali Allah, tiada yang ditaati kecuali Allah, tiada yang diikuti kecuali Allah, dan tiada yang lebih dicintai kecualiAllah. Dan kita juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang wajib kita ikuti. Bila kita melanggar janji ini maka cinta kita bukan lagi cinta sejati.
Akhirnya semoga kita mampu untuk mencintai Allah melebihi cinta kita pada mahluk, sehingga kita tidak terbawa hanyut dengan budaya cinta zamanKiwari, yang memaknai cinta dengan hal yang tabu. Apabila cinta kepada Allah telah tumbuh dan rindu kepada-Nya telah hadir, maka kita akan merasakan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat………Allahumma Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda !